5 Hal Yang Membuat Serial Boruto Dibenci

Boruto

Manga karya Masashi Kishimoto yang fenomenal, “Naruto,” berhasil menyelesaikan kisahnya pada tahun 2014. Perjalanan Naruto Uzumaki, yang bermimpi menjadi Hokage, berhasil tercapai, menandai akhir dari seri yang telah memikat jutaan pembaca dan penonton selama bertahun-tahun. Namun, kisah dunia ninja tidak berakhir di sana, melainkan berlanjut dalam bentuk sekuel yang berjudul “Boruto: Naruto Next Generations.”

“Boruto” memfokuskan perhatian pada generasi baru, dengan peran utama dipegang oleh Boruto Uzumaki, anak sulung dari Naruto. Awalnya, cerita Boruto diperkenalkan melalui film anime berjudul “Boruto: Naruto the Movie” pada tahun 2015. Pada tahun berikutnya, manga “Boruto” dimulai serialisasi, diikuti dengan rilis adaptasi anime pada tahun 2017.

Meskipun awalnya banyak penggemar yang menyambut baik kehadiran “Boruto,” seiring berjalannya waktu, semakin banyak suara yang mengungkapkan ketidakpuasan dan bahkan kebencian terhadap manga dan anime ini.

Beberapa alasan mendasar yang menyebabkan antipati dari penggemar terhadap “Boruto” termasuk perubahan dalam gaya naratif, penanganan karakter yang dianggap kurang memuaskan, serta perasaan bahwa atmosfer dan kekhasan yang dimiliki oleh “Naruto” asli telah terkikis.

Para penggemar menyoroti perubahan signifikan dalam nuansa dan pendekatan cerita, yang dianggap merugikan esensi warisan “Naruto.” Kendati banyak yang mengharapkan keberlanjutan yang sepadan dengan predesesor-nya, persepsi bahwa “Boruto” tidak mampu memenuhi ekspektasi tersebut memicu kekecewaan di antara komunitas penggemar.

Dengan demikian, meskipun “Boruto” mencoba melanjutkan kejayaan “Naruto,” tanggapan yang beragam dari penggemar menciptakan dinamika menarik di sekitar dunia ninja yang telah menjadi bagian integral dari budaya pop Jepang dan menyisakan keingintahuan seputar arah yang akan diambil oleh narasi Boruto selanjutnya.

Baca juga: 5 Situs Nonton Anime Legal dan Sub Indo Terbaik!

Ceritanya seperti Didaur Ulang

Boruto
Poster Anime Boruto. Source: iq.com

Salah satu kritik utama yang diberikan oleh penggemar terhadap “Boruto: Naruto Next Generations” adalah adanya kesan daur ulang cerita dari pendahulunya, “Naruto.” Khususnya dalam beberapa arc awal, naratif Boruto tampaknya mengulangi motif dan plot yang sudah familiar dalam “Naruto,” terutama dalam versi animenya. Sejumlah insiden mencolok menunjukkan kemiripan antara peristiwa-peristiwa tersebut.

Salah satu contoh yang sering disebutkan adalah momen ketika Boruto melakukan aksi menghias patung Hokage, sebuah tindakan yang sangat mirip dengan yang pernah dilakukan ayahnya, Naruto, di mana Naruto mencoret-coret patung Hokage untuk mencari perhatian. Paralelisme ini menciptakan kesan deja vu dan menyebabkan perasaan bahwa elemen-elemen kreatif yang baru mungkin kurang terwujud.

Selanjutnya, penyelenggaraan ujian Chunin juga menjadi fokus kritik, karena berbagai momen dan peristiwa selama ujian tersebut tampak menyerupai apa yang sudah terjadi di Naruto. Mulai dari jalannya ujian yang mirip hingga kemunculan gangguan dari luar yang menggoyahkan jalannya ujian Chunin, semuanya terasa familiar dan mengulangi tema-tema yang sudah dikenal dari sebelumnya.

Contoh lainnya adalah ketika Mitsuki, salah satu karakter utama dalam Boruto, memutuskan untuk pergi ke luar desa. Cerita ini mengingatkan banyak penggemar pada momen saat Sasuke keluar desa di Naruto. Meskipun peristiwa ini hanya menjadi filler di versi animenya, kesamaan tema dan struktur naratif menciptakan persepsi bahwa Boruto terjebak dalam pola yang sudah ada.

Kritik terhadap daur ulang cerita ini mencerminkan keinginan penggemar untuk melihat inovasi dan pengembangan karakter yang lebih mendalam, daripada sekadar mengulang cerita-cerita yang sudah dikenal. Ini juga mengajukan pertanyaan tentang kemampuan Boruto untuk menciptakan identitasnya sendiri yang unik dalam warisan yang begitu besar dari Naruto.

Baca juga: Tengoku Daimakyou: Anime yang Penuh Misteri dan Ketegangan

Filler yang Mendominasi

Boruto
Terlalu Banyak Filler. Source: mengerti.id

Salah satu masalah yang meresahkan para penggemar saat menonton anime “Boruto: Naruto Next Generations” adalah kelimpahan episode filler yang disajikan.

Studio Pierrot terlihat sering memasukkan episode filler untuk menjaga jarak antara alur cerita anime dengan manga sumbernya. Sayangnya, dampak dari kebijakan ini merugikan, mengingat sebagian besar episode filler dinilai kurang diminati oleh para penggemar, karena dianggap membosankan.

Kritik terbesar muncul ketika momen-momen penting dalam alur cerita, yang seharusnya menjadi puncak dari kisah yang sedang berlangsung, tiba-tiba tergantikan oleh episode filler.

Kejadian ini terutama menyulitkan para penggemar yang mengharapkan kelanjutan naratif yang mendalam dan substansial, hanya untuk disuguhkan dengan cerita yang tidak relevan dan kurang menarik.

Permasalahan ini sebenarnya bukan hal baru dalam produksi anime Naruto, yang juga mengalami kesulitan serupa. Meski di awal-awal penayangan Naruto jumlah episode filler tidak terlalu banyak, namun kenyataannya, fenomena ini berlanjut di anime Boruto, bahkan sejak episode pertamanya. Kehadiran filler sejak awal membuat banyak penggemar merasa kecewa dan menunjukkan kurangnya inovasi dalam mengatasi masalah yang sudah lama dikenal di dunia anime.

Penggemar secara umum berharap agar anime Boruto dapat mengurangi jumlah episode filler, memberikan fokus pada pengembangan karakter dan cerita yang lebih substansial. Hal ini diharapkan dapat menghadirkan pengalaman menonton yang lebih memuaskan dan memperkuat ikatan antara para penonton dengan dunia ninja yang terus berkembang.

Nerf pada Beberapa Karakter

Banyaknya karakter utama yang mengalami penurunan kekuatan atau yang dikenal sebagai ‘nerf’ dalam serial “Boruto: Naruto Next Generations” menjadi salah satu aspek yang mengecewakan para penggemar.

Kekecewaan ini terutama dirasakan ketika karakter-karakter penting dari serial sebelumnya, seperti Rock Lee, Shikamaru, Gaara, Temari, dan Ten-ten, tidak mendapatkan eksposur yang memadai dalam cerita Boruto. Sebaliknya, mereka tampak tidak lagi memiliki ketangguhan yang sama saat menghadapi musuh-musuh baru, bahkan terlihat tidak berdaya.

Pentingnya karakter-karakter ini dalam serial Naruto sebelumnya justru membuat kekecewaan semakin terasa ketika mereka tampak terpinggirkan dan tidak mendapat kesempatan untuk tampil di panggung pertarungan.

Beberapa pertarungan bahkan disajikan secara singkat atau di-skip alias offscreen, meninggalkan penggemar dengan rasa frustrasi karena tidak dapat menyaksikan aksi para karakter favorit mereka.

Selain karakter pendukung, bahkan karakter utama seperti Naruto dan Sasuke juga harus menerima ‘nerf’. Naruto kehilangan Kurama, sedangkan Sasuke kehilangan kekuatan Rinnegan-nya. Perubahan drastis ini pada karakter utama memicu ketidakpuasan karena mengurangi esensi dan daya tarik yang mereka miliki sejak seri sebelumnya.

Tidak hanya itu, bahkan karakter yang terampil dalam pertarungan seperti Hinata tidak pernah diberi kesempatan untuk beraksi dalam pertarungan di dalam cerita Boruto.

Ini menjadi tambahan kekecewaan bagi penggemar yang menginginkan eksplorasi lebih lanjut terhadap keterampilan bertarung karakter-karakter yang dulu begitu menonjol. Keseluruhan, penurunan kekuatan karakter-karakter utama ini menjadi salah satu faktor penyebab ketidakpuasan dan kekecewaan di kalangan penggemar Boruto.

Baca juga: Review Mashle: Magic and Muscle, Anime Sihir Tanpa Protagonis Penyihir

Kekuatan yang Tidak Masuk Akal

Salah satu sumber ketidakpuasan penggemar terhadap serial “Boruto: Naruto Next Generations” adalah adanya fenomena ‘nerf’ pada karakter-karakter utama dari Naruto, yang seharusnya semakin perkasa seiring bertambahnya usia.

Kejadian ini terasa tidak masuk akal, terutama mengingat logika yang seharusnya membuat mereka lebih kuat daripada saat masih remaja.

Namun, paradoksnya, karakter-karakter tersebut malah mengalami penurunan kekuatan dan tampaknya tidak dapat menghadapi musuh-musuh baru yang datang dari planet lain.

Ketidakmasukan akal ini semakin diperparah ketika karakter utama seperti Boruto, yang masih berusia bocah, mampu mengatasi dan bahkan mengalahkan musuh-musuh yang sangat kuat.

Ini menjadi sulit dipahami oleh penggemar, mengingat seharusnya karakter-karakter veteran yang sudah melewati berbagai pertarungan epik di masa lalu, memiliki tingkat kekuatan yang jauh lebih tinggi.

Perbandingan antara kemampuan bertarung Boruto yang masih muda dengan kekuatan lawan-lawannya yang seharusnya jauh lebih tinggi menciptakan ketidakseimbangan dalam ‘power scaling.’

Jika kita merenung kembali pada cerita Naruto, perjalanan karakter utama tersebut selalu didasarkan pada peningkatan tingkat kekuatan secara bertahap, mengalahkan musuh-musuh dari level setara hingga level yang lebih tinggi.

Namun, dalam Boruto, konsep ‘power scaling’ ini menjadi membingungkan dan sulit diterima, memunculkan pertanyaan besar mengenai konsistensi dan logika dalam dunia ninja yang telah dibangun sebelumnya. Hal ini menjadi salah satu aspek yang menyebabkan ketidakpuasan di kalangan penggemar Boruto.

Kedurhakaan Boruto

Salah satu alasan utama mengapa Boruto mendapat kebencian dari sebagian penggemar adalah karena perilaku karakter utamanya yang dianggap sebagai tindakan durhaka. Boruto Uzumaki, sebagai anak dari Uzumaki Naruto, digambarkan pada awal cerita dengan sikap yang dapat menimbulkan kekesalan.

Ketidakpuasannya muncul karena kurangnya kehadiran ayahnya di rumah, padahal Naruto memegang jabatan sebagai Hokage yang membawa beban pekerjaan yang sangat besar. Meskipun Naruto berusaha menyisihkan waktu untuk keluarganya dengan mengirimkan bunshin (salinan dirinya) untuk berada bersama keluarga, Boruto tetap merasa tidak puas.

Banyak penggemar yang membandingkan perilaku Boruto dengan Naruto saat masih kecil. Naruto, meskipun sudah kehilangan kedua orang tuanya dan tumbuh dalam kesendirian, tetap menunjukkan ketabahan dan tekad yang luar biasa. Kontrast ini menimbulkan kekecewaan, mengingat Naruto mampu mengatasi keterbatasannya dengan sikap yang lebih bijaksana.

Walau pada perkembangannya Boruto mengalami perubahan dan tidak lagi terlalu “durhaka” terhadap orang tuanya, kesan pertama ini tetap tertanam dalam benak banyak penggemar.

Ini menunjukkan bahwa penanganan karakter dan perkembangan pribadi Boruto sebagai anak Hokage dianggap tidak sepenuhnya memuaskan dan tidak sesuai dengan harapan yang diletakkan oleh banyak penggemar pada karakter utama.

Baca juga: 5 Anime Balap Mobil Terbaik 2024 untuk Penggemar Otomotif

Demikianlah artikel kali ini, buat kamu yang mau membaca artikel lain mengenai anime, game dan teknologi bisa baca di website VCGamers News.

Dan untuk top up game murah, cepat dan terpercaya ada di website VCGamers Marketplace ya!


Mau Dapat Informasi Terbaru di Dunia Web-3, Game, dan Teknologi Metaverse?

Yuk isi email kamu di bawah!